Jumat, 04 Juni 2010

GAYAMU, IDENTITASMU

Semenjak aku aktif di sebuah Lembaga Dakwah Kampus pada sebuah universitas negeri terbesar di Indonesia timur, tidak sedikit dari topik pembiaraan orang di sekitarku mulai berubah. Penampilanku seakan menjadi “menu” dalam setiap pembicaraan, seolah hambar rasanya jika mereka tidak saling mengabarkan akan perubahan yang terjadi padaku. Mulai dari celana yang tidak isbal, jenggot tipis yang tumbuh di daguku siap untuk menjadi sorotan mereka.

Awalnya aku merasa berat menghadapi itu semua, tidak ketinggalan juga rasa takut selalu menghantuiku. Hujjah yang aku miliki belum begitu banyak untuk membendung setiap cobaan yang datang, apalagi mereka tidak kenal lelah mengajukan pertanyaan yang bertujuan ingin membuat aku kembali bersama mereka. Namun karena pertolongan Allah Subuhanahu Wata’ala dengan hidayah berupa keyakinan yang kuat serta karunia berupa sahabat-sahabat seperjuangan yang terus menyemangatiku, perasaan khauf (takut) yang tidak pada tempatnya itu berubah menjadi pelajaran beharga bagi hidupku. Sebuah pelajaran yang aku jadikan modal dalam berdakwah.

Aku menyadari, manusia pada umumnya selalu tertarik dengan sesuatu yang unik atau terkesan baru. Sekalipun mereka tidak langsung menaruh simpati namun dapat mengalihkan perhatian mereka merupakan modal awal untuk langkah selanjutnya. Begitu pula dengan dakwah, ketika kita mampu mengalihkan perhatian mereka dengan “gaya” syar’i kita yang terbilang asing oleh mereka, secara tidak langsung sebenarnya kita telah mendakwahi mereka. Sisi ini tentu membutuhkan pengertian yang dalam oleh kita selaku pelaku dakwah. Sebab sadar atau tidak kita bermain dalam area perasaan, area sensitiv yang mengharuskan kita untuk saling menguatkan dan menolong satu sama lain.

Sebagai muslim, tentunya kita wajib menunjukkan identitas kita dengan sungguh-sungguh. Sudah seharusnya kita menampilkan dengan berani apa yang diperintahkan oleh Allah Subuhanahu Wata’ala dan sunnah dari Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam. Bukankah Allah Subuhanahu Wata’ala memerintahkan kita untuk memeluk agama Islam ini dengan kaffah (menyeluruh), lalu mengapa kita masih malu untuk menunjukkan identitas kita sebagai seorang muslim?

Derasnya arus informasi budaya sekular yang menyapa umat Islam khususnya remaja, membuat sebagian umat muslim berusaha untuk tampil lebih maksimal dalam menikmati hidup dengan bersenang-senang. Tidak heran jika gaya hidup yang berorientasi pada fun (hiburan/kesenangan), dan fashion (pakaian/penampilan) menjadi pilihan yang kian banyak digandrungi, kondisi ini melekat sekali dalam budaya umat Islam saat ini. Timbullah sebuah pertanyaan yang sudah sering kita dengarkan “Mengapa sih mereka merasa senang dan bangga masuk dalam komunitas seperti itu, komunitas anak gaul? Ya, karena pencitraan terhadap anak gaul dengan gaya yang mereka perlihatkan saat ini adalah komunitas yang mengerti dan bisa mengikuti perkembangan jaman, dan satu hal yang menjadi kebanggaan mereka, yakni berani untuk menunjukkan gaya dan identitas mereka. Kenyataan ini tentu menjadi tugas kita untuk membuat mereka sadar dengan kekeliruan mereka, dan mulailah dengan mengalihkan perhatian tunjukkan gaya dan identitas kita.

Maka perlu untuk kita pahami, bahwasanya setiap orang ingin punya citra diri agar bisa diterima di level sosial tertentu. Sebab citra merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat modern. Citra sudah menjadi menu harian bagi masyarakat yang kenal peradaban. Dan kita sebagai Muslim harus bisa menjadi diri kita sendiri, untuk menunjukkan jika Islam memiliki citra dan peradaban yang sangat mulia. Peradaban Islam dengan cakupan segala aspek yang ada didalamnya termasuk dalam segi model, gaya dan identitas telah diatur sacara terstruktur dan terarah dalam agama.

Olehnya itu, menumbuhkan kesadaran dalam diri kita untuk mau berislam dengan tidak setengah-setengah dan berislam secara totalitas serta menyeluruh adalah sebuah keharusan. Jangan mau terjebak dan di jajah dengan “gaya” hidup yang ditampilkan dan dipertontonkan oleh orang kafir yang notabene ingin merongrong dan menghancurkan sendi-sendi agama yang mulia ini. Gaya mereka adalah identitas mereka, dan jika kita mengikuti mereka maka kita telah menjadikan diri kita berkiblat dan menjadikan mereka pemimpin dalam identitas kita. Allah Subuhanahu Wata’ala berfirman,

* $pkš‰r’¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#rä‹Ï‚­Gs? yŠqåkuŽø9$# #“t�»|Á¨Z9$#ur uä!$u‹Ï9÷rr& ¢ öNåkÝÕ÷èt/ âä!$uŠÏ9÷rr& <Ù÷èt/ 4 `tBur Nçl°;uqtGtƒ öNä3ZÏiB ¼çm¯RÎ*sù öNåk÷]ÏB 3 ¨bÎ) ©!$# Ÿw “ωôgtƒ tPöqs)ø9$# tûüÏJÎ=»©à9$# ÇÎÊÈ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”.(QS. Al- Maidah: 51)

Dan tanamkan dalam diri kita untuk selalu berhati-hati jangan sampai kita masuk dalam perangkap orang-orang kafir, sebab Rasulullah Shalallahu Alaihi Washallam telah menggambarkan realita yang terjadi dewasa ini dengan sabdanya, “Kamu telah mengikuti sunnah orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sehingga jika mereka masuk ke dalam lubang biawak kamu tetap mengikuti mereka. Kami bertanya: Wahai Rasulullah, apakah yang engkau maksudkan itu adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani? Baginda bersabda: Kalau bukan mereka, siapa lagi?”. (HR. Muslim)

Jadi, identitas islami yang hakiki adalah pikiran dan perasaan kita senantiasa dibalut dengan ajaran Islam. Insya Allah itu akan menyelamatkan kita, dan tentu saja itulah identitas Islam kita yang sebenarnya. Kemudian yang penting, mulai sekarang mari kita sama-sama belajar mencontoh kehidupan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam, maupun para sahabat yang sederhana dalam penampilan namun berlimpah dalam kebaikan serta memberikan manfaat bagi semua orang. Itu baru cool, calm, en confident as a moslem!. Iyshadu bi anna Muslim!!

Oleh : Ihwan Ibnu Mai as Siompuni

Makassar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar